Bacaan Latin: Hurrimat ‘alaikumul maitatu waddamu wa lahmul khinziiri wa maaa uhilla lighiril laahi bihii walmun khani qatu wal mawquuzatu wal mutarad diyatu wanna tiihatu wa maaa akalas sabu’u illaa maa zakkaitum wa maa zubiha ‘alan nusubi wa an tastaqsimuu bil azlaam
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Tafsir
Pada ayat yang lalu telah dijelaskan beberapa perbuatan yang diharamkan. Ayat ini menguraikan lebih terperinci makanan-makanan yang diharamkan. Ada sepuluh jenis makanan yang diharamkan, semuanya berasal dari hewan. Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam Surah alAn’a m/6: 145, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, demikian pula diharamkan daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas adalah halal hukumnya kalau sempat disembelih sebelum mati.
Dan diharamkan pula hewan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah. Orang Arab Jahiliah menggunakan anak panah untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu, masing-masing anak panah itu ditulis dengan kata-kata “lakukan”,” jangan lakukan”, dan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa. Semua anak panah itu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan suatu perbuatan, maka mereka meminta agar juru kunci Kakbah mengambil salah satu dari tiga anak panah itu. Mereka melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan bunyi kalimat yang tertulis dalam anak panah yang diambilnya. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali lagi. Janganlah melakukan yang demikian itu karena itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini, yaitu pada waktu Haji Wada’, haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dalam ayat ini dijelaskan makanan-makanan yang diharamkan, yaitu:
1.Bangkai, yaitu binatang yang mati tanpa disembelih. Di antara hikmah diharamkan bangkai antara lain karena bangkai itu mengandung kuman yang sangat membahayakan kesehatan di samping keadaannya yang menjijikkan.
2.Darah, yaitu darah yang mengalir keluar dari tubuh hewan, karena disembelih atau lain-lainnya. Hikmah diharamkan darah itu antara lain, karena mengandung kuman dan zat-zat kotor dari tubuh dan sukar dicernakan.
3.Daging babi, termasuk semua anggota tubuhnya.
4.Hewan yang disembelih dengan menyebut atau mengagungkan nama selain Allah, seperti menyebut nama berhala. Hikmah haramnya ialah karena mempersekutukan Allah.
5.Hewan mati tercekik. Banyak pendapat menerangkan tentang apa yang dimaksud dengan mati tercekik, yaitu di antaranya mati karena diikat dan sebagainya, sehingga hewan itu mati dalam keadaan tidak berdaya. Hikmah haramnya sama dengan hikmah haramnya bangkai.
6.Hewan mati dipukul, yaitu hewan yang mati dipukul dengan benda keras atau dengan benda berat. Hikmah haramnya menurut sebagian pendapat karena darahnya tidak keluar, sehingga merusak dagingnya. Selain dari itu juga karena ada larangan menganiaya binatang dan jelas perbuatan itu dianggap melanggar hadis Nabi yang berbunyi:
Dari Syaddad bin Aus, Rasulullah saw, bersabda, “Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas setiap sesuatu, kalau kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan kalau menyembelih, sembelihlah dengan baik, hendaklah seorang kamu mempertajam pisaunya dan jangan sampai tersiksa binatang sembelihannya.” (Riwayat Ahmad, Muslim dan Ashabus-Sunan).
7.Hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi seperti jatuh dari atas bukit masuk ke dalam jurang. Hikmah haramnya sama dengan bangkai.
8.Hewan mati karena ditanduk oleh hewan lain. Hikmahnya sama dengan bangkai. Kalau masih sempat disembelih maka hukumnya halal.
9.Hewan yang mati diterkam binatang buas. Hikmahnya sama dengan bangkai, kalau masih sempat disembelih maka hukumnya halal.
10.Hewan yang disembelih untuk berhala, sebagaimana yang diperbuat oleh orang Arab pada zaman jahiliah yang menyembelih hewan di dekat berhala-berhala yang jumlahnya 360, terdapat di sekitar Kabah. Hikmah haramnya adalah karena perbuatan ini termasuk mempersekutukan Allah.
Selanjutnya diterangkan tentang haramnya mengundi nasib dengan anak panah, seperti yang dilakukan oleh orang Arab pada masa jahiliah, yaitu dengan mengambil tiga anak panah yang belum ada bulu, salah satu anak panah itu ditulis dengan perkataan: “Amarani rabbi” (Tuhanku telah menyuruhku), anak panah yang kedua ditulis dengan perkataan: “Nahani rabbi” (Tuhanku melarangku), sedang anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa. Anak panah itu disimpan di dalam Kabah. Jika mereka bermaksud mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, mereka minta tolong kepada penjaga Kabah mencabut salah satu dari ketiga anak panah tersebut dan melaksanakan apa yang tertulis pada anak panah yang diambil itu. Kalau terambil anak panah yang tidak ditulis apa-apa, maka undian diulangi lagi. Perbuatan ini dilarang karena mengandung syirik atau tahayul dan khurafat. Dalam hal ini menurut ajaran Rasulullah saw bila hendak memilih salah satu dari dua pekerjaan yang sama pentingnya atau memilih di antara melaksanakan atau tidak, maka hendaklah melaksanakan salat istikharah dua rakaat. Kalau undian biasa (qur’ah) yang tidak mengandung kefasikan atau tahayul dan khurafat, tidaklah diharamkan, seperti undian untuk mengambil salah satu bagian dari dua tumpukan yang sudah diusahakan sama banyaknya, siapa yang berhak dari masing-masing tumpukan itu lalu diadakan qur’ah (undian).
Selanjutnya diterangkan bahwa pada haji wada orang-orang kafir telah putus asa dalam usahanya untuk mengalahkan agama Islam. Oleh karena itu kaum Muslimin tidak boleh merasa takut kepada mereka tetapi hendaklah takut kepada Allah.
Selanjutnya dalam ayat ini dijelaskan lagi tentang sesuatu yang penting bagi Nabi Muhammad saw dan bagi seluruh umat Islam, bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam dan telah mencukupkan nikmat-Nya, serta telah rida agama Islam menjadi agama umat manusia.
Setelah ayat ini dibacakan oleh Nabi, maka Umar menangis lalu Nabi bertanya apa yang menyebabkan ia menangis. Umar menjawab, “Sesuatu yang sudah sempurna tidak ada yang ditunggu lagi kecuali kurangnya.” Rasulullah membenarkan ucapan Umar itu (Riwayat Ibnu Jarir dan Harun bin Antarah dari ayahnya ). Diriwayatkan bahwa ayat ini turun di Arafah tanggal 9 Zulhijjah 10 H, hari Jumat sesudah asar. Sejarah telah mencatat: bahwa 81 hari sesudah turunnya ayat ini Nabi Muhammad saw pun wafat setelah menunaikan risalahnya selama kurang lebih 23 tahun. Memang ajaran Islam telah sempurna, walaupun segala persoalan belum dirinci, tetapi telah cukup sempurna dengan berbagai prinsip urusan duniawi maupun ukhrawi.
Kemudian pada akhir ayat ini diterangkan, bahwa orang-orang yang terpaksa makan makanan yang diharamkan Allah karena lapar tanpa niat untuk berbuat dosa, dibolehkan asal dia makan seperlunya saja, sekedar mempertahankan hidup. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
sumber: kemenag.go.id