Bacaan Latin: Fakaifa izaa jama’naahum li Yawmil laa raiba fii wa wuffiyat kullu nafsim maa kasabat wa hum laa yuzlamuun
Artinya: Bagaimana jika (nanti) mereka Kami kumpulkan pada hari (Kiamat) yang tidak diragukan terjadinya dan kepada setiap jiwa diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya dan mereka tidak dizhalimi (dirugikan)?
Tafsir
Pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa kaum Yahudi berani menyepelekan azab Allah dengan mengingkari kebenaran yang dibawa Rasulullah, barangkali karena mereka masih hidup di dunia, maka bagaimana jika nanti mereka, kaum Yahudi itu, Kami kumpulkan pada hari kiamat yang tidak diragukan terjadinya, dan pada hari itu juga kepada setiap jiwa diberi balasan yang sempurna atau setimpal sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya, jika baik akan mendapatkan pahala dan jika buruk akan memperloleh siksa, dan mereka tidak akan dizalimi, yakni dirugikan atau dikurangi sedikit pun dari balasannya?
Ayat ini membantah dan membatalkan apa yang dikatakan oleh orang Yahudi pada ayat yang lalu. Ayat ini tersusun dalam bentuk kalimat pertanyaan bagaimanakah keadaan orang Yahudi bilamana hari Kiamat yang tidak diragukan lagi itu telah datang.
Bentuk kalimat seperti itu menggambarkan bagaimana kehebatan huru-hara yang terjadi di hari itu, dan tentang siksa besar yang akan ditimpakan kepada orang-orang Yahudi. Mereka akan jatuh kepada jurang penderitaan, tak akan ada jalan untuk menyelamatkan diri. Sesungguhnya anggapan orang Yahudi bahwa dirinya akan dapat lepas dengan mudah dari azab itu adalah angan-angan kosong.
Pada hari yang dahsyat itu orang akan melihat dengan jelas apa yang telah dikerjakannya, baik atau buruk akan dihadapkan kepada mereka. Kemudian segala amal perbuatan akan dibalas dengan kebahagiaan jika amal itu baik atau dengan kesengsaraan jika amal itu buruk. Tidak ada hak istimewa yang dapat diberikan kepada pemeluk suatu agama tertentu dan golongan tertentu. Tidak pula suatu bangsa mendapat keistimewaan atas bangsa-bangsa lainnya sekalipun mereka menamakan dirinya dengan sya’bullah al-mukhtar (rakyat Allah yang terpilih) atau anak Allah. Pembalasan pada hari kiamat itu sesuai dengan baik buruknya iktikad yang terkandung dalam hati dan sesuai pula dengan baik buruknya amal perbuatan yang telah dilakukan.
Pada hari itu akan terdapat keadilan yang sempurna. Tidak akan dikurangi sedikit pun balasan terhadap suatu perbuatan dan tidak pula akan ditambah. Yang menjadi pertimbangan pada hari itu ialah keimanan seseorang dan pengaruh iman itu terhadap amal perbuatannya sewaktu di dunia. Kalau dia tidak beriman, maka dia akan masuk ke dalam neraka, karena amal-amalnya yang buruk. Jika imannya tidak sampai rusak, karena diimbangi dengan amal saleh atau seimbang antara yang baik dengan yang buruk, maka dia mendapat balasan sesuai dengan derajat dan kadarnya masing-masing.
sumber: kemenag.go.id